Pada postingan kali ini izinkan admin mengajak anda kembali ke masa lampau, yaitu pada masa dimana Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Pada saat itu untuk sekolah sangatlah susah, jadi dibandingkan dengan saat ini beruntunglah kalian yang bisa menempuh pendidikan hingga tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau pada zaman dahulu setara dengan Algemene Middlebare School (AMS).
Mohammad Natsir saat menempuh pendidikan pernah ditantang oleh gurunya untuk membuat sebuah makalah dengan tema “Pengaruh Penanaman Tebu dan Pabrik Gula Bagi Rakyat yang ada di Pulau Jawa. Guru yang memberi tugas ini adalah orang Belanda. Jadi pada zaman itu mereka (Gurunya) sengaja memberikan tugas yang sulit-sulit pada siswanya, yang jika dibandingkan zaman sekarang setara dengan kelas dua SMA. Itu tentunya sangat tidak masuk akal sekali, karena bagaimana mungkin Mohammad Natsir bisa membuat tugas sesulit itu, kalau zaman sekarang masih enak, karena masih bisa mencari referensi di Google dan mengetiknya di Microsoft Word.
Kalau zaman saat Mohammad Natsir mana ada yang namanya google dan computer, punya mesin Tik aja sudag sangat istimewa sekali. Tetapi kesulitan itu tak mematahkan perjuangan Mohammad Natsir muda. Kurang lebih sekitar dua minggu beliau mencari informasi di perpustakaan Gedung Sate. Natsir muda mulai mencari jurnal dan literatur tentang pabrik gula dan kaum pergerakan. Tak lupa juga beliau mengumpulkan notulen-notulen perdebatan dalam Volksraad (kalau sekarang sejenis DPR). Berkat ketekunan Mohammad Natsir ini dibayar lunas pada hari presentasinya.
Natsir muda dengan gagah berdiri di depan kelas sambil membacakan analisisnya dengan bahasa Belanda yang tersusun rapi. Dan beliau berhasil memberikan bukti bahwa Jawa tak memperoleh laba dari pihak pabrik gula, kecuali kaum kapital dan para pejabat bupati. Kurang sekitar 40 menit pemaparannya, kelaspun hening, Si guru Belanda pun pening. Tak disangka bocah yang dulunya belepotan bicara dalam bahasa Belanda kini fasih beretorika dengan argumentasi yang tepat dan jitu.
Membayangkan kejadian di atas tentunya membuat kita merinding dan takjub. Tak disangka aksi heroisme begitu fasih diperankan oleh sosok, yang jika menggunakan standar kekinian, usianya baru menginjak remaja. Jika kita bandingkan dengan usia anak remaja zaman sekarang mungkin sangat susah mencari sosok seperti Mohammad Natsir saat usia remaja. Sebenarnya sangat banyak sekali kisah atau hal yang dapat docntoh dari Mohammad Nasir usia remaja hingga tutup usia. Namun agar tulisan ini tidak terlalu panjang dan sebelum teman-teman sekalian bosan membaca, maka admin akan merangkum beberapa hal atau nilai-nilai yang dapat diteladani dari Mohammad Natsir pada saat sekarang ini :
NILAI PERSATUAN DAN KESATUAN
Kemauan untuk merdeka baru muncul pada saat masyarakat nusantara mulai merasakan adanya identitas kebangsaan masing-masing dalam diri mereka. Identitas kebangsaan inilah yang kemudian memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam berjuang memerdekakan diri dari para belenggu penjajah.
NILAI RELA BERKORBAN
Pahlawan nasional adalah mereka yang berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memerdekakan diri dari para penjajah dengan rela mengorbankan harta dan juga nyawanya.
NILAI NASIONALISME DAN PATRIOTISME
Pahlawan nasional adalah mereka yang memiliki semangat juang cinta tanah air juga bangga pada bangsanya sendiri namun tidak memandang rendah bangsa lain.
NILAI PANTANG MENYERAH
Pahlawan nasional adalah mereka yang berjuang gigih menghadapi berbagai macam cobaan tanpa takut, gentar dan pantang menyerah demi untuk memerdekakan diri dari belenggu para penjajah.
Dalam konteks negara Indonesia, kita menyaksikan betapa signifikannya peran para remaja atau pemuda dalam pembentukan negara ini. Mohammad Natsir hanya satu contoh dari melimpahnya panutan yang bisa kita teladani. Seandainya saja jiwa mereka tidak memiliki semangat dan nilai-nilai seperti diatas, entah kapan sumpah pemuda yang menyimpul tanah air, bangsa, dan bahasa dalam satu kesatuan itu dapat terlaksana.
Ditulis Oleh : LISDIANARIZA
Nim : 2105632011392
Prodi Administrasi Publik
Mahasiswa Universitas Muhammad Natsir Bukit Tinggi